Monday, September 6, 2010

Tiga Syarat Keberhasilan Perundingan RI


VIVAnews - Pertemuan tingkat menteri luar negeri (Menlu) antara Indonesia dan Malaysia dilangsungkan hari ini di Kinabalu, Malaysia. Agenda pentingnya adalah merundingkan sengketa-sengketa bilateral, termasuk masalah perbatasan. Berhasil atau tidaknya perundingan ini dapat ditentukan oleh beberapa parameter.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Riza Damanik, menilai terdapat tiga parameter keberhasilan perundingan. Jika tiga parameter ini terpenuhi, berarti perjalanan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Malaysia tidak sia-sia dan membuahkan hasil.

Menurutnya, parameter pertama keberhasilan perundingan adalah jika Menlu Natalegawa berhasil memenangkan kasus para nelayan yang tertangkap di Malaysia. Usai pertemuan, Damanik mengharapkan menlu bersama dengan rombongan dapat pulang ke tanah air bersama dengan nelayan-nelayan yang ditahan di penjara Malaysia.

“Ini penting, atas dasar pertimbangan kemanusiaan dan pertimbangan terhadap negara yang berdaulat,” ujarnya Damanik saat dihubungi VIVAnews, Senin 6 September 2010.

Menurut laporan dari KIARA, masih terdapat 11 orang nelayan yang ditahan oleh polisi Malaysia karena diduga memasuki perairan Malaysia, padahal menurutnya, mereka berada di perairan Indonesia.

Parameter keberhasilan perundingan kedua menurutnya adalah jika setelah perundingan, kedua negara menggunakan rujukan hukum batas laut yang sama, yaitu peta yang disepakati di Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). Selama ini Malaysia menggunakan peta laut yang mereka buat secara sepihak pada tahun 1979. Peta yang digunakan oleh Malaysia tersebut tumpang tindih dengan peta UNCLOS yang dibuat pada tahun 1982.

“Karena Malaysia ikut meratifikasi konvensi itu, maka Malaysia harus mengikuti hukum yang telah disepakati. Jika kedua negara mempunyai rujukan hukum yang sama, maka akan mudah untuk membicarakan masalah perbatasan,” jelasnya.

Parameter keberhasilan ketiga adalah adanya perjanjian bilateral Indonesia-Malaysia terkait perairan tradisional di perbatasan, seperti yang diisyaratkan UNCLOS 1982. Perjanjian perairan tradisional membutuhkan kerja sama bilateral antara kedua negara, menurut Damanik, Indonesia dan Malaysia harus menyelesaikan hal ini dengan segera.

“Jika perjanjian bilateral menyangkut perairan tradisional kedua negara telah disepakati, maka para nelayan tradisional bisa menangkap ikan di perairan tradisional," kata Damanik.

"Perairan tradisional ini bisa saja ada di Malaysia, Filipina, atau Indonesia, tinggal bagaimana perjanjiannya. Jika ini sudah demikian, maka tidak akan ada lagi penangkapan yang dilakukan oleh polisi kedua negara,” lanjut Damanik. (umi)
• VIVAnews

No comments: