Wednesday, September 8, 2010

Lagi, Penangkapan Warga Usik RI-Malaysia

VIVAnews - Surat itu dikirim konsulat Indonesia di Penang. Ditujukan kepada Agen Penguat Marin Malaysia, konsulat meminta agar lima nelayan Indonesia yang ditangkap Jumat pekan lalu, bisa dibebaskan. Kelima nelayan itu ditangkap polisi air Malaysia lantaran nyelonong ke wilayah laut negeri serumpun itu, sonder sepucuk dokumen pun.

Kepada VIVAnews, Selasa 7 September 2010, Pejabat Fungsi Konsuler KJRI Penang, Supiyati Dimas, menuturkan bahwa dalam surat itu dijelaskan sejumlah alasan mengapa para nelayan itu masuk wilayah Malaysia. Mereka nekat menyeberang sungguh karena terpaksa. Kapal mereka bocor. "Dan air laut masuk ke dalam kapal. ”ujar Supiyati.

Walau sudah terjadi Jumat pekan lalu, kabar penangkapan itu baru diiterima Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di negara bagian Penang, tiga hari kemudian, Senin, 6 September 2010. Keterlambatan itu terjadi lantaran konsulat sedang libur dua hari kerja. Tapi begitu mendengar kabar itu, Supiyati langsung meluncur ke lokasi.

Kondisi kelima nelayan itu baik dan sehat walafiat. Kepada Supiyati mereka mengaku bahwa kapal yang mereka tumpangi bakal tenggelam jika tidak segera ditolong. Repotnya, pertolongan yang cepat hanya mungkin didapat dari polisi air Malaysia. Jadi mereka sengaja masuk wilayah negeri itu semata-mata untuk meminta pertolongan.

Itu cerita versi konsulat yang disebutkan dihimpun dari para nelayan tadi. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat mempunyai versi lain. Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Riza Damanik, meyakini bahwa penangkapan yang dilakukan oleh polisi Malaysia itu dilakukan di perairan Indonesia.

Informasi ini diperoleh dari para nelayan yang berhasil lolos dari penangkapan Jumat pekan lalu itu. "Mereka meyakini masih berada di perairan Indonesia," kata Damanik kepada VIVAnews.

Damanik, yang mengaku langsung menghubungi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia, terkait penangkapan ini, menyayangkan lambatnya penangganan kasus ini. Dia mengungkapkan bahwa KBRI hingga Senin, 6 September 2010, belum juga menghubungi keluarga para nelayan yang ditangkap.

Sebelum kasus lima nelayan ini, ungkap Damanik, sudah ada enam nelayan Indonesia yang ditangkap juga oleh pihak Malaysia. Keenam nelayan ini sudah diproses secara hukum dengan vonis 4-6 bulan penjara karena memasuki perairan Malaysia secara ilegal. “Belum lagi kasus keenam nelayan selesai, sudah ada lagi kasus yang baru. Kasus ini bertumpuk-tumpuk, seperti ada proses pengabaian dan ketidakprofesionalan disini," kata Damanik.

Versi Polisi Air Malaysia

Laporan pihak Malaysia menyebutkan bahwa kelima nelayan asal Langkat, Sumatera Utara tersebut ditangkap Jumat, 3 September 2010, pada pukul 11 siang lebih 20 menit. Mereka ditangkap di Sungai Udang, di selatan Seberang Prai. Dari penyelidikan awal diketahui bahwa para nelayan ini masuk perairan Malaysia tanpa dokumen yang dibutuhkan.

Kepala unit investigasi Polisi Penegakan Maritim Malaysia, Rulashari Ahmad Omar, mengungkapkan bahwa kelima nelayan itu juga tidak mempunyai dokumen perjalanan mencari ikan. Karena tidak punya dokumen itu mereka ditangkap.

Pengadilan di Jawi telah mengeluarkan surat penahanan selama dua minggu sampai 17 September 2010. "Para nelayan telah bekerja sama dengan baik dan membantu proses investigasi kasus ini dengan baik,” ujar Sulashari seperti dikutip dari laman berita Bernama.

Solusi dari Meja Perundingan

Kasus lima nelayan itu adalah batu sandungan terakhir sebelum menteri luar negeri kedua negara duduk berunding di Kinabalu, Malaysia, Senin 6 September 2010. Walau masih permulaan, pertemuan Kinabalu itu sungguh memberi harapan. Dua negara menerbitkan sejumlah kesepakatan guna mencari jalan damai mengakhiri kisruh yang kerap terjadi.

Selain membicarakan masalah perbatasan - termasuk "Insiden 13 Agustus 2010" - menteri luar negeri kedua negara juga membicarakan upaya peningkatan kapasitas perlindungan warga negara.

Delegasi Indonesia, yang dipimpin Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, mengajukan usulan Consular Notification and Assistance Arrangements mengenai langkah-langkah yang perlu diambil oleh kedua pihak dalam menangani keadaan dimana warga negaranya menghadapi permasalahan hukum.

Bagi Indonesia, mekanisme itu sangat dibutuhkan agar bantuan hukum dan konsuler bagi warga Indonesia yang didera kasus hukum di Malaysia bisa segera diperhatikan. Kesepakayan itu sungguh penting sebab di negeri itu begitu banyak warga Indonesia tersangkut perkara, bahkan ratusan orang sedang menuju tiang gantung.

Kesepakatan Kinabalu itu juga menguntungkan Indonesia, sebab sebagian besar dari 2 juta TKI yang bekerja di sana -- menjadi buruh perkebunan, pembantu rumah tangga dan lain-lain -- memiliki latar belakang ekonomi dan pendidikan yang rendah, sehingga perlu mendapat bantuan hukum dan konsuler dari perwakilan pemerintah Indonesia.

Di luar urusan TKI itu, juga ada para nelayan yang beberapa kali berhadapan dengan pihak berwenang Malaysia terkait dugaan pelanggaran batas, seperti yang dialami kelima warga asal Sumatra Utara, Jumat pekan lalu itu.

Juru bicara Kementrian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, mengatakan bahwa bila perjanjian itu ada, maka kasus hukum yang menimpa warga Indonesia akan cepat diketahui. “Kita bisa cepat memberikan bantuan," kata Faizasyah, saat diwawancara VIVAnews di Jakarta, Jumat 27 Agustus 2010.

Terkait perundingan antara Indonesia dan Malaysia di Kinabalu itu, Riza Damanik dari Kiara, menilai bahwa kedua delegasi seharusnya segera menyepakati perairan tradisional di perbatasan, seperti yang diisyaratkan pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982. “Jika perjanjian bilateral menyangkut perairan tradisional kedua negara telah disepakati, maka para nelayan tradisional bisa menangkap ikan di perairan tradisional," kata Damanik.

"Perairan tradisional ini bisa saja ada di Malaysia, Filipina, atau Indonesia, tinggal bagaimana perjanjiannya. Jika ini sudah demikian, maka tidak akan ada lagi penangkapan yang dilakukan oleh polisi kedua negara,” lanjut Damanik.
• VIVAnews

No comments: