Tuesday, August 31, 2010

Peneliti: Malaysia Tak Lagi Berdiplomasi Saudara

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Eksekutif CIDES Zainuddin Djafar mengatakan pemerintah jangan membayangkan Malaysia sebagai saudara namun sebagai negara yang harus diwaspadai.

"Jangan anggap saudara tua, atau saudara serumpun, hal itu sudah tidak ada lagi," katanya dalam pemaparan ekonomi - politik CIDES di Jakarta, Senin.

Guru Besar FISIP UI tersebut mengatakan, perkembangan diplomasi dan politik luar negeri Malaysia kini telah berubah. Menurut dia, Pemerintah Malaysia dengan kemajuan ekonominya, kini lebih fokus dalam diplomasinya yang lebih bersemangat ke depan.

"Tidak mau tahu dengan sejarah masa lalu hubungan dengan Indonesia. Tidak ada lagi istilah Indonesia sebagai saudara tua atau abang adik," katanya.

Ia menambahkan, sejak 2000, nilai-nilai superioritas di kalangan Malaysia telah tumbuh pesat. Hal ini menurut dia seiring dengan arus perkembangan ide-ide masyarakat sipil orang masyarakat Melayu pada 2005 terutama dengan menautkan dirinya kepada aturan hukum internasional.

"Kita bisa amati dari setiap pernyataan Menlu Malaysia akhir Agustus 2010 yang selalu memakai hitungan maupun ukuran aturan hukum Internasional sebagai sumber otoritas sipil secara `global society` (masyarakat global)," katanya.

Ia mengatakan, Malaysia kini memiliki kemampuan dan kesiapan dalam diplomasi internasional dibandingkan dengan Indonesia. Malaysia seiring dengan superioritas yang dimilikinya, menurut dia, akan siap untuk melakukan perundingan di tingkat internasional.

Berbeda dengan Indonesia, menurut dia, justru melakukan pelemahan dalam diplomasi. Padahal Indonesia memiliki potensi yang luar biasa yang disegani oleh berbagai negara dalam berdiplomasi.

Dari segi konstelasi politik, Indonesia merupakan pimpinan dalam negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara yang sebenarnya sangat berpengaruh dalam negara-negara non blok yang kini menjadi negara G-77. Begitu pula dengan persekutuan ASEAN.

"Namun ini tidak dimainkan, peran kita tidak ada giginya lagi," katanya.

Di G-77, menurut dia, Turki dan Afrika Selatan siap untuk memainkan peran yang lebih penting. Selain itu di ASEAN, Indonesia juga tidak menunjukkan kiprahnya, dan Malaysia kini siap untuk mengambil alih kepemimpinan tersebut. Ia juga sangat menyayangkan keikutsertaan Indonesia di G-20 lebih sebagai pengikut dibandingkan dengan menjadi alat perjuangan bagi negara-negara berkembang. "Padahal kalau Indonesia bisa memperjuangkan negara-negara berkembang, maka diplomasi Indonesia semakin kuat," katanya.

No comments: