Sunday, June 10, 2012

Krisis Italia, Mafia Memancing di Air Keruh

Krisis ekonomi di Eropa, khususnya Italia, adalah yang terparah sejak Perang Dunia II. Walaupun dianggap momok dan bencana bagi negara-negara Eropa, namun krisis dianggap berkah bagi kelompok mafia yang cari kesempatan dalam kesempitan.

Menurut Reuters, Jumat 8 Juni 2012, sejak krisis terjadi di Italia, aktivitas mafia mulai menggeliat. Hal ini ditandai oleh semakin meningkatnya transaksi perbankan mencurigakan.

Bank Italia pada Rabu pekan ini melaporkan bahwa pencucian uang atau money laundering melalui lembaga perbankan meningkat hingga 147 persen pada tahun 2010-2011 dibandingkan dua tahun lalu. "Dan jumlahnya masih terus meningkat," kata Anna Maria Tarantola, wakil direktur Bank Italia kepada parlemen.

Sebanyak 800 transaksi dilaporkan melibatkan orang-orang yang sedang ditahan atau tengah menjalani penyidikan atas aktivitas mafia. Sepertiga di antaranya dilaporkan dilakukan di Italia utara, wilayah yang seharusnya bebas dari kekuasaan mafioso.

Kelompok mafia pertama muncul pada pertengahan abad ke 15 di wilayah selatan Italia. Bermula dari kelompok Cosa Nostra di Sisilia, mafia melebarkan sayapnya ke seantero Italia, bahkan menyeberang hingga ke benua Amerika.

Data FBI menunjukkan bahwa empat geng mafia bisa beranggotakan sekitar 25.000 orang, dengan sekutu sekitar 250.000 di seluruh dunia. Di Amerika Serikat sendiri, mafia memiliki anggota sekitar 3.000 orang, kebanyakan bermukim di wilayah utara, barat, California, dan selatan. Markas mereka terbesar adalah di New York, New Jersey dan Philadelphia.

Ada beberapa organisasi mafia yang paling besar di Italia, yaitu tentu saja Cosa Nostra dari Sisilia, 'Ndrangheta dari Calabria, dan Camorra dari Naples. Ketiga kelompok ini adalah yang paling tua, berdiri antara tahun 1500 dan 1800. Belakangan muncul organisasi baru, yaitu Stidda dan Sacra Corona dari Puglia.

Keluarga mafia seperti Cosa Nostra, Camorra, 'Ndragheta telah sejak lama menggerogoti perekonomian Italia. Cakar mereka semakin kuat menancap selama krisis ekonomi Italia yang membuat bank-bank mengurangi pemberian utang.

Di saat seperti inilah, mafia sebagai kelompok kriminal yang memiliki jaringan ekonomi luas menyebarkan dananya, meningkatkan investasi di sektor ekonomi riil. "Pencucian uang tidak ada siklusnya, dan ini semakin meningkat saat krisis," kata Tarantola.

Kelompok anti kriminal SOS Impresa pada laporannya Januari lalu mengatakan bahwa perputaran uang jaringan mafioso pada 2011 mencapai 149 miliar euro atau lebih dari Rp1.600 triliun. Jumlah ini setara dengan tujuh persen produk domestik bruto Italia.

Di saat bank-bank di Italia tidak bisa memenuhi permintaan utang, para nasabah akhirnya beralih ke para lintah darat berdasi, Cosa Nostra. Diperkirakan, geng mafia ini memegang dana segar tunai hingga 65 juta euro atau Rp770 miliar.

Upaya duo pemerintahan Italia, Perdana Menteri Mario Monti dan Presiden Giorgio Napolitano, dalam menggerus kekuatan mafia terus berlanjut. Kepolisian di Naples Rabu kemarin mengumumkan telah menahan puluhan anggota mafia atas berbagai tindak kejahatan, termasuk pemerasan.

Dalam penangkapan tersebut diketahui bahwa di saat krisis, para klan mafia yang biasanya berseteru tiba-tiba bersekutu. Bersama-sama mereka menguasai bisnis dan properti di enam wilayah Italia, termasuk di utara.

Bukan hanya ambil keuntungan dari sisi ekonomi, mafia dikhawatirkan akan tebar teror di masa krisis. Napolitano memperingatkan, Italia bisa kembali ke masa-masa kekerasan politik tahun 1970an, dimana kelompok mafia dan teroris memicu ketakutan di tengah masyarakat.

Kala itu, dua kelompok mafia besar, Cosa Nostra dan Camorra bertikai soal jalur bisnis penyelundupan tembakau. Dalam perang tersebut, 400 nyawa hilang. Pemerintah Italia mengaku kalah.

Teror berulang pada 23 Mei 1992 saat pengeboman terjadi di kota Capaci yang menewaskan hakim Giovanni Falcone dan istrinya. Beberapa minggu setelahnya, pengeboman kembali terjadi dan menewaskan hakim Paolo Borsellino.

Baik Falcone dan Borsellino ditakuti oleh para mafia. Berdua, mereka telah menahan ratusan anggota mafia Sisilia Cosa Nostra atau yang juga dikenal dengan nama Corleonesi. Kedua hakim ini dijauhi para politisi busuk yang memiliki hubungan dengan para begundal.

Kematian keduanya menimbulkan keterkejutan yang mendalam di publik Italia. Selain itu, mangkatnya kedua hakim berujung pada terungkapnya korupsi pada sistem politik Italia, atau yang lebih dikenal dengan peristiwa Tangentopoli. Akibatnya, monopoli kekuasaan Partai Demokrat Kristen dan koalisinya runtuh.

Napolitano khawatir, saat-saat krisis begini dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu dan menimbulkan keresahan, mafia akan kembali memancing di air keruh. "Mafia, Cosa Nostra dan segala maca organisasi kriminal masih menjadi masalah yang serius bagi masyarakat Italia dan demokrasi," kata Napolitano.

"Kita tidak bisa lengah. Mereka akan mengembalikan kekerasan teroris seperti yang terjadi pada tahun 1970an," lanjutnya lagi.

Ekonomi Eropa Semakin Terpuruk

Mafia adalah satu hal, hal utama yang terlebih dulu diatasi Italia adalah mengembalikan utang asingnya yang menumpuk. Utang luar negeri Italia tercatat mencapai 2 triliun euro, sementara GDPnya pertahun 1,2 triliun euro.

Rasio defisit-per-GDP Italia paling kecil di antara negara eurozone. Dibandingkan dengan Yunani dan Spanyol, Italia masih relatif aman walaupun tingkat riskan masih tinggi. Namun dengan kepemimpinan di negara tersebut yang masih gonjang-ganjing, di tambah kekhawatiran beban utang jauh lebih besar daripada perkembangan ekonomi, membuat pasar modal ketar-ketir.

Menambah memar ekonomi Eropa, pekan ini lembaga pemeringkat Fitch menurunkan tingkat kredit Spanyol tiga kelas menjadi BBB. Tinggal dua tingkat lagi Spanyol masuk kategori "sampah."

Alhasil, saham eropa, nilai tukar euro dan harga minyak Eropa turun pada Jumat pekan ini. Penurunan tingkat kredit Spanyol dan tidak ada indikasi bantuan dari Bank Sentral Amerika Serikat dan Bank Dunia membuat investor asing pelan tapi pasti bubar jalan.

Dana talangan kemudian menjadi solusi menggiurkan di tengah nafas negara Eropa yang kembang-kempis. Namun, dana talangan ini bukannya gratis, ada persyaratannya. Negara penerima harus menerapkan penghematan ketat dengan cara memotong anggaran.

"Penghematan ternyata tidak bekerja. Malah kontraproduktif. Pemotongan anggaran dengan pemecatan tenaga kerja, berarti lebih sedikit pemasukan pajak, defisit yang meningkat dan utang yang membengkak dibanding GDP," kata Laura Tyson, mantan Penasehat Dewan Ekonomi Presiden AS.

"Investor akan menyadari pertumbuhan yang lambat dan tingkat pengangguran yang tinggi hanya akan memperbesar defisit dan menambah utang. Itulah mengapa dalam dua tahun, suku bunga meningkat, bukannya menurun, di negara-negara yang diterapkan penghematan," lanjut Tyson.

Inilah yang kemudian akan menjadi pekerjaan rumah Eropa, terutama tiga negara paling beresiko: Italia, Yunani dan Spanyol. Selain mengatasi permasalahan ekonomi, tugas Italia adalah memberangus pengaruh buruk mafia dalam perekonomian. Jangan sampai, para mafioso yang justru tertawa di atas penderitaan orang lain. (sj)

No comments: