Sunday, October 3, 2010

Survei: 67% Anak SD Pernah Akses Pornografi

Hasil penelitian Yayasan Kita dan Buah Hati menyebutkan sejak 2008 hingga 2010, sebanyak 67 persen dari 2.818 siswa sekolah dasar (SD) kelas 4, 5, dan 6 di wilayah Jabodetabek mengaku pernah mengakses informasi pornografi.

Sekitar 24 persen mengaku melihat pornografi melalui media komik. Selain itu, sekitar 22 persen melihat pornografi dari situs internet, 17 persen dari games, 12 persen melalui film di televisi, dan enam persen lewat telepon genggam.

Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman, mengatakan media komunikasi seperti komik dan games perlu diwaspadai. "Ada games baru bertema 'permainan perkosaan' yang bisa diunduh (download) secara gratis dari Internet," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews di Jakarta, Minggu 3 Oktober 2010.

Dosen Komunikasi Paramadina, Syafiq B Assegaff, menambahkan berbagai media komunikasi yang dikonsumsi anak itu, seperti komik dan internet memperbesar terpaan pornografi kepada anak dan remaja.

Bahkan, pembicaraan di kalangan mereka pun sudah masuk ke wilayah yang dulu sangat tabu bagi orang dewasa. "Belakangan ini anak SD pun sudah mengajukan persoalan yang sangat berbau seksual layaknya orang dewasa," tutur Syafiq.

Yang memprihatinkan, seperti survei yang disebutkan Elly Risman, hasilnya menunjukkan hampir separuh dari anak-anak itu melihat pornografi justru di rumah. "Orang tua sering tidak sadar membiayai akses terhadap pornografi lewat internet, games, atau pulsa telepon genggam mereka," ujar Syafiq yang juga direktur marketing dan public relations Paramadina.

Selain itu, yang perlu dikhawatirkan, menurut Syafiq, Indonesia belum memiliki therapist (ahli pengobatan) khusus pornografi. Padahal, penderita kecanduan pornografi itu harus segera dibantu.

Bukan saja karena akan merusak mental para pecandu pornografi, tapi bagian otaknya pun ikut terpengaruh. Jika kecanduan narkoba merusak tiga bagian otak, kecanduan pornografi bisa merusak lima bagian otak. "Harus ditangani secara serius sebelum terlambat menjadi fenomena gunung es," kata Elly.

Sementara itu, Randy Hyde, ahli psikologi klinis dari Brigham Young University, Utah, Amerika Serikat mengatakan, sesungguhnya korban kecanduan pornografi sangat benci pada kecanduan (adiksi) itu.

Mereka benci kepada kelakuannya sendiri, sehingga tidak aneh jika pecandu pornografi masih tetap cinta luar biasa kepada pasangannya. Mereka pun membutuhkan bantuan orang lain dengan kasih sayang.

Dia juga meminta pecandu pronografi tidak dihakimi atau buru-buru dihukum. "Mereka akan sangat berterima kasih nantinya, karena ada yang peduli dan membantu mengobati kecanduannya itu," kata Randy.

Randy menjelaskan, kecanduan pornografi berbeda dengan kecanduan seks biasa. (hs)

No comments: